Hari jadi Kabupaten Tulungagung
yang setiap tahun diperingati setiap tanggal 1 April, tercantum dalam buku
sejarah dan babad Tulungagung. Dalam buku tersebut dijelaskan tonggak hari jadi
Tulungagung bertepatan dengan 1 April 1824 Masehi. Angka 1824 Masehi ternyata
didasarkan pada Candrasengkala Memet yang terdapat pada sepasang arca Dwarapala
yang ada di empat penjuru batas kota Tulungagung. Candrasengakala tersebut
berbunyi Dwi Rasekso Sinabdo Ratu dan menunjuk angka tahhun Jawa 1752.
Dengan berpedoman selisih waktu
72 tahun, maka tahun Jawa 1752 sama dengan tahun 1824 Masehi. Angka 1824 M juga
ditafsirkan sebagai mulainya pembangunan pusat kota baru yang terletak di
sebelah timur kali Ngrowo, dan sekaligus menandai pusat Kabupaten Ngrowo dan
Kabupaten Toeloengagoeng. Ditandai dengan dikeluarkannya Besluit Gubernur
Hindia Belanda Nomor 8, tanggal 4 Januari 1901. Karena itulah HUT Tulungagung diperingati
setiap tahunnya pada 1 April.
Berdasar penafsiran dan keyakinan
bahwa 1 April sebagai hari jadi Tulungagung, banyak pihak yang merasa ragu dan
keberatan. Pada 24 Juli tahun 2000 diselenggaraka seminar sehari Kaji Ulang
Hari Jadi Kabupaten Tulungagung, yang dihadiri unsur eksekutif, legislatif,
pemerhati sejarah, budayawan, pemuka masyarakat, dan LSM di Tulungagung.
Intinya tercapai kesepakatan tentang perlunya penelusuran hari jadi dan
penulisan ulang sejarah Tulungagung.
Setelah terbentuk tim penelusuran,
dalam proses pengumpulan data tentang prasasti ataupun benda peninggalan
purbakala, berhasil ditemukan 63 buah. Dari jumlah itu, tim peneliti sepakat
menggunakan 3 alternatif penanggalan dalam prasasti untuk dipertimbangkan dan
dipilih sebagai hari jadi Kabupaten Tulungagung. Diantaranya 18 November 1205
M, yakni dalam penanggalan prasasti Lawadan, 15 Desember 1255 M dalam prasasti
Mula-Malurung di Kalangbret, dan 31 Oktober 1269 M dalam prasasti Dharma di
Penampihan kecamatan Sendang.
Dari ketiga alternatif itu,
akhirnya oleh masyarakat Tulungagung melalui DPRD dan eksekutif yang terlibat
dalam sidang dipilihlah prasasti Lawadan. Pada tanggal 9 Oktober 2002
ditetapkan peraturan daerah no. 27 tentang Hari Jadi Tulungagung, pada Bab II
pasal 2 ayat (1) disebutkan tanggal 18 November 1205 ditetapkan sebagai hari
jadi Tulungagung. Tonggak sejarah
prasasti Lawadan bisa berubah apabila ada temuan prasasti atau benda purbakala
lain dan bisa dibuktikan untuk penentuan hari jadi.
Prasasti Lawadan yang memuat 18
November 1205 ditemukan di desa Wates, kecamatan Campurdarat. Dalam prasasti
tersebut disebutkan, Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa. Yang artinya Jumat
Pahing 18 November 1205. Prasasti Lawadan dikeluarkan atas perintah raja Daha
terakhir, yaitu Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikrama Watara Nindita Srengga
Lancana Digjaya Tungga Dewanama, atau lebih dikenal dengan nama raja Kertajaya.
Dimana pada waktu itu raja Kertajaya terkesan dengan kesetiaan warga Thani
Lawadan ketika terjadi serangan musuh dari sebelah timur Daha. Daha dalam
bahasa Kawi, Tulungagung berarti “sumber air besar”. Tulung berarti sumber, dan
agung berarti besar. Dulunya merupakan daerah kecil yang terletak di sekitar
tempat yang saat ini merupakan pusat kota (alun – alun).
BalasHapusBlog yang keren sekali. Butuh motor hubungi kami. Bisa wa kami 081 559 795 985